Gantian, DPR yang Anti Kritik
Beberapa
hari ini kita dikejutkan dengan kabar pemberitaan yang sangat mengherankan
sekaligus memprihatinkan. Bagaimana tidak, anggota DPR sebagai lembaga yang
dituntut untuk bersikap mendukung peran pemberantasan korupsi justru berniat
memidanakan organisasi antikorupsi nasional (ICW) hanya gara-gara merilis 36
anggota DPR yang dianggap tidak mempunyai komitmen yang baik dalam upaya
menjalankan tugas legislatif dan keikutsertaannya dalam pemberantasan korupsi.
Sesungguhnya keberadaan DPR sangat strategis dalam upaya mempercepat
pemberantasan korupsi secara nasional. DPR dapat menggunakan
berbagai instrumen dan kewenangan yang dimilikinya untuk terlibat dalam
gerakan pemberantasan korupsi. Menurut pasal 33 ayat 2c, UU Nomor 4 Tahun
1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, DPR mempunyai tugas dan
wewenang melaksanakan pengawasan terhadap: 1) pelaksanaan undang-undang, 2)
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 3) kebijakan Pemerintah
sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR. Namun, saat ini
DPR belum memanfaatkan tugas dan wewenang pengawasan tersebut dengan optimal (LD-Pangpol6).
DPR
merupakan lembaga yang mana di dalamnya terdapat kumpulan orang-orang pilihan
yang mempunyai bekal intelektual yang tinggi, baik secara politik maupun
akademik. Adalah sebuah ketidakpatutan jika anggota DPR merasa terusik apalagi
merasa dicemarkan nama baiknya hanya karena ada rilis yang menyebut nama dan
profesinya sebagai individu yang tidak mampu mengemban amanat dan tanggungjawab
sebagai seorang publik figur.
Seharusnya
anggota DPR yang dirilis ICW memberi pelajaran contoh moral yang baik kepada masyarakat
dengan menunjukkan kedewasaan dan kematangan dalam berpikir dan bersikap,
kedewasaan tersebut dapat ditunjukkan dengan menanggapai hasil survei ICW
dengan baik dan positif sebagai bentuk komunikasi, saran, dan kritik publik untuk mengevaluasi kinerjanya selama ini
karena wajar jika anggota DPR menjadi sorotan banyak publik. Selain itu
kedewasaan juga dapat ditunjukkan dengan myang santun dan populis dan dengan
menunjkpebaiki dan menunjukkan kinerja yang lebih baik sebagai bentuk
penyangkalan atau couter balik atas
survei yang dikeluarkan oleh ICW. Menurut hemat saya, sikap seperti inilah yang
paling baik untuk dilakukan oleh anggota-anggota DPR dari pada menghujat, menuntut
permohonan maaf bahkan sampai berniat memidanakan ICW karena sikap tersebut justru mengindikasikan bahwa DPR bersikap anti
kritik dan arogan.
Sejatinya
sikap anti kritik bukanlah sikap yang relevan lagi diterapkan di zaman
demokrasi seperti ini. Karena bagaimanapun juga kritik merupakan proses yang
timbul dari eksternal diri individu untuk mengingatkan atau untuk
memperingatkan akan sikap dan tindakan kita atas tanggungjawab yang selama ini
kita emban. Siapa tahu ada sedikit ketidaksesuaian yang mengindikasikan
penyelewengan tugas tanpa kita sadari. Maka, dari kritiklah kita mengetahui
kekurangan yang melekat dalam diri tanpa disadari. Intinya adalah fungsi kritik
merupakan jalan pendewasaan pikir dan tindakan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sejak
indonesia merancang negara demokrasi setelah reformasi tahun 1998 yang
sekaligus merupakan titik awal masyarakat diberi kebebasan yang dijamin oleh
konstitusi. Maka sangat memprihatinkan jika pada saat ini terdapat anggota
masyarakat -awam maupun politikus- justru bersikap keras dan menggugat ketika
mendapat kritik dari orang lain.
Jika
sikap anti kritik sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh anggota DPR terus
menerus dibiarkan tanpa adanya kesadaran diri, maka masyarakat pun sudah
semakin cerdas untuk dapat menilai bagaimana susungguhnya komitment anggota DPR
tersebut dalam menjalankan tugas sebagai pejabat publik. Justifikasi atau
tuduhan terhadap mereka yang dianggap miskin komitmen dalam memberantas korupsi
pun patut kita kuatkan sebagai bentuk protes kita terhadap sikap anti korupsi
anggota DPR dengan segala bentuk indikator sebagaimana yang dipaparka oleh ICW
yaitu: politikus yang pernah disebut dalam persidangan kasus korupsi atau
pernah terpidana kasus korupsi, pernah diberi sanksi BK DPR, mengeluarkan
pernyataan yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan setuju revisi
UU KPK.
Dalam
aspek politik tentu yang dapat masyarakat lakukan adalah tidak memilih ke 36
nama yang sebagian besar akan mengikuti pemilihan legislatif dipemilu 2014 dan
mengkampanyekan kepada masyarakta agar tidak mendukung mereka dalam pileg
kecuali memang mereka mengklarivikasi kabar dengan santun, sopan dan tindakan
nyata bahwa dia tidak seperti sebagaimana dipublikasikan ICW. Langkah ini perlu
dilakukan demi memilih anggota DPR yang benar-benar kompeten dan berkomitmen
dalam pemberantasan korupsi maupun menjalankan tugas sebagai anggota DPR secara
umum.
Hasil survei terbaru yang dilakukan
oleh Transparency International (TI) mendudukkan Indonesia menjadi
negara terkorup nomor 6 di dunia dari 159 negara dengan nilai 2,2. Posisi
demikian tentu akan semakin parah jika tidak dibarengi dengan komitmen DPR dan
pemerintah untuk pemberantasan korupsi.
Peran DPR sebenarnya turut membantu secara lebih jika memang mepunyai integritas dan komitmen tinggi dengan terus
mengadakan evaluasi dan advokasi lembaga hukum anti korupsi secara baik dan
mendukung penguatannya, bukan malah sebaliknya, memperlemah sebagai bentuk balas
dendam karena kawan-kawan DPRnya tertangkap basah melakukan praktik korupsi.
Bagaimanapun juga, sikap anti
kritik bukanlah sikap yang patut untuk dipraktikkan dalam segi kehidupan
apapun, disamping tidak relevan juga karena mrnghambat kedewasaan berpikir dan
bersikap masyarakat kearah kehidupan yang harmonis, sejahtera dan demokratis.
Sebagai masyarakat yang cerdas tentu yang dapat kita lakukan adalah terus
memberi saran dan kritik sebagai tanggapan atas persoalan dan dinamika yang
menghiasi kehidupan sosial kita. Baik secara lisan atau tulisasn. Tujuannya
adalah memberi solusi atau pandangan yang berbeda terahadap persoalan yang sama
karena kebebasan sudah menjadi hak setiap warga negara indonesia secara umum yang
dijamin oleh perundang-undangan dan konstitusi.
Landasan
hukum kemerdekaan mengeluarkan pendapat, antara lain sebagai berikut:
- UUD 1945
Pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kemerdekaan
mengemukakan pendapat adalah sebagai berikut:
1) Pasal 28
menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
2) Pasal 28E
ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
- UU
Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal-pasal dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 yang berkaitan dengan kemerdekaan mengemukakan pendapat, antara lain sebagai berikut:
1)
Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara,
secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan
hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
2) Pasal 2 ayat
(2) menyatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini.
3) Pasal 9 ayat
(1) menyatakan bahwa bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat
dilaksanakan dengan: unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan atau, mimbar
bebas.
4) Pasal 9 ayat
(2) menyatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali Di
lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit,
pelabuhan udara atau laut, tasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan
objek-objek vital nasional dan Pada hari besar nasional.
5) Pasal 9 ayat
(3) menyatakan bahwa pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat
membahayakan keselamatan umum.
Dengan adanya jaminan konstitusi
atas hak berpendapat, harapannya adalah masyarakat tidak lagi merasa takut untuk
menyuarakan pendapat sebagai bentuk kritik dan saran atas kebijakan publik yang
dikeluarkan pemerintah maupun DPR. Begitu juga kepada mereka yang merasa
dikritik agar dapat bersikap lebih baik tanpa merasa kehidupan pribadinya
terganggu maupun terusik. Semoga!
hai, itu foto sempat heboh di dumay... tapi memang ya DPR kita itu malu-maluin umat saja ya... hehehe... #peace pak pemimpin....
BalasHapusjangan takut kritik pejabat dek. lanjut saja. halal dan legal kok
BalasHapusdi gajih dari uang rakyat... kalau diam molor kalau melek banyak bicara tp sedikit kerja
BalasHapusapa g seret makan gajih buta, yg direbutin jabatan setelah duduk g bisa kerja malu dong sm rakyat