MENGGALI DASAR HUKUM HAJI DAN UMROH


Suatu Pengantar
Ibnu Umar (Radhi allahu anhum) berkata: "Rasulullah (sallallahu alaihi wa-sallam) berkata:" Islam dibangun di atas lima (pilar): bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad (sallallahu alaihi wa-sallam ) adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan. "[Shahih Al-Bukharee dan Shahih Muslim]. Menurut sebagian besar ulama Haji diundangkan pada tahun kesembilan Hijrah (Nabi migrasi dari Mekah ke Madinah), yang berarti tahun Delegasi (al-Wufood), di mana ayat Surah Imran (3): 97: "Haji ke Baitullah merupakan kewajiban bahwa umat manusia berutang kepada Allah untuk mereka yang mampu membayar perjalanan" diturunkan.

Setiap tahun lebih dari dua juta Muslim, dari 70 negara yang berbeda, perjalanan ke Mekah dan Madinah dengan tujuan melakukan kewajiban besar haji. Ini adalah contoh teladan kesetaraan dan kesatuan ketika peziarah berkumpul bersama untuk haji. Muslim yang menjadi milik negara yang berbeda, budaya, sosial dan status ekonomi semuanya mengenakan dua potong kain unsown. Semua melakukan ritual yang sama. Tidak ada perbedaan kaya dan miskin, semua berdiri di depan Tuhannya dalam kepasrahan dan kerendahan hati.
Haji memberikan kesempatan unik bagi umat Islam untuk saling bertemu, saling memahami, meningkatkan cinta, lebih dekat, memperbaiki dan menyelesaikan hubungan. Ini adalah dari berkat-berkat Allah selama haji yang satu ini dalam kesempatan terus menerus untuk mendapatkan perbuatan baik dengan memperlakukan saudara-saudara Muslim seseorang dalam cara terbaik. Dan membantu yang miskin dan membutuhkan, yang juga dari sarana untuk mencapai manfaat yang besar dari Allah.
Meskipun demikian, ada beberapa permasalahan yang kiranya perlu kajian secara kritis terhadap tujuan dan dampak seorang muslim setelah menunaikan ibadah haji. Dalam surat Al-Hajj (22): 26-27 dijelaskan bahwa tujuan haji, itu tidak lain adalah untuk  menyembah Allah. Nabi Ibrahim diperintahkan Allah  Ta'ala (alaihis-salaam) untuk membangun Ka'ba dan memanggil orang untuk mengelilingi, dan berdiri (untuk shalat), busur turun dan membuat sujud (dalam doa) kepada Allah (saja). Oleh karena itu, orang yang melakukan haji wajib tulus menyembah Allah dan tidak ada asosiasi sebagai mitra dengan-Nya; mencari bantuan-Nya, pengampunan dan Taqwa.
Namun pada kenyataannya, seorang muslim justru tidak dapat mengamalkan ajaran islam dengan baik setelah pergi berhaji sebagai mana yang diamanatkan Allah padanya. Atau bias dikatana, haji seseorang tidak mabrur.

Pengertian Haji Mabrur dan Umroh
Secara bahasa, haji berarti, "Dia siap, atau betook dirinya sendiri, untuk atau terhadap seseorang ... atau menuju objek penghormatan hormat, penghormatan atau kehormatan" [EW Lane, Lexicon Arab-Inggris (Cambridge, Inggris. Masyarakat Teks Islam , 1984), jilid: 1, hal. 513]
Dalam syari’at, haji berarti sebuah perjalanan khusus ke Makkah selama bulan ditunjuk Zulhijah, untuk pelaksanaan haji sebagai ibadah kepada Allah: “Ibadah haji adalah (dalam) bulan terkenal ( yaitu bulan ke-10, bulan 11 dan sepuluh hari pertama bulan ke-12 dalam kalender Islam). Jadi setiap orang yang bermaksud untuk melakukan haji disana dengan asumsi ihram, maka dia tidak boleh melakukan hubungan seksual (dengan istrinya), juga tidak melakukan dosa, atau perselisihan tidak adil selama haji. Dan apapun yang Anda lakukan, (memastikan) Allah mengetahui hal itu “[Al-Baqarah (2): 197].
Salah seorang Ulama Hadis Al Hafidh Ibn Hajar al’ Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarah Bukhori Muslim menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Alah SWT.”
Pendapat lain yang saling menguatkan dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim: “Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah SWT, yang tidak ada riyanya, tidak ada sum’ah tidak rafats dan tidak fusuq.”
Selanjutnya oleh Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan bahwa: “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shaleh dan kebajikan-kebajikan.” Berdasarkan rumusan yang diberikan oleh para Ulama di atas tentang pengertian haji mabrur ini, maka dapat kita simpulkan bahwa haji mambur adalah haji yang dapat disempurnakan segala hukum-hukum berdasarkan perintah Allah dan Rasulullah SAW. Sebuah predikat haji yang tidak mendatangkan perasaan riya’ bersih dari dosa senantiasa dibarengi dengan peningkatan amal-amal shalih, tidak ingin disanjung dan tidak melakukan perbuatan keji dan merusak.
Umroh artinya berkunjung atau berziarah dengan cara tertentu yang disebut juga Haji Kecil. Dapat dikerjakan dalam waktu haji maupun di luar musim haji dan umroh tidak tergantung waktu, artinya dapat dilakukan setiap saat, sepanjang tahun, kecuali di hari Arofah atau Hari Raya Qurban yang jatuh pada tanggal 10 Zulhijah dan hari tasyrik  tanggal 11,12,13 Zulhijah) yang hukumnya Makruh tahrim (mendekati haram).
Umroh dilakukan dengan ihrom dari miqot, kemudian tawaf, sa’I dan diakhiri dengan Tahalul dengan cara menggunting rambut. Sedangkan Wajib Umroh adalah berniat untuk melakukan ibadah umroh dari miqot, serta menghindari perbuatan yang diharamkan ketika ihram. Dan umroh yang dilakukan untuk pertama kalinya dalam kaitan dengan pelaksanaan ibadah haji.
Umroh disunatkan bagi setiap muslim dan sangat baik jika dilakukan pada bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya “Umroh di dalam bulan Ramadhan itu sama dengan melakukan ibadah Haji sekali.

Dasar Hukum
Dalam sebuah hadist dijelaskan:
وعن آبى هريرة رظى الله عنه قا ل: قال رسول الله صلعم , العمرة الى العمرة كفارة لما بينهما والحخ المبرور
 ليس له  جزاء الا الجنة, رواه إمام دار الهجرة فى موطئه والشيخان وابن ماجه والاصبهانى وزاد : وما سبح الحج فى تسبيحه ولا هلل فى تهليله ولا كبر فى تكبيره إلا بشر بها تبشيرة.
معنى قوله [ والحخ المبرور ليس له  جزاء الا الجنة ] آى لا تقتصر لصا حبه من الجزاء على تكفير بعظ دنوبه بل لابد أن يدخله الجنة.
Terjemah:
Abu Hurairah yang di Ridhoi Allah berkata: Rasulullah SAW bersabda : Satu umrah sampai umrah yang lain menjadi kafarah ( penghapus dosa yang dikerjakan ) di antara keduanya dan tidak ada balasan yang setimpal bagi haji mabrur kecuali masuk  surga”.
 Diriwayatkan oleh Imam Dar al-Hijrah di dalam kitab Muatto’ah dan syaikhoni (Imam Bukhori dan Imam Muslim), Ibnu Majah dan Asbahani dan menambahkan: Dalam menjalankan haji, seseorang tidak membaca tasbih, tahlil dan takbir di dalam takbiratul ihromnya kecuali ada pengecualian.
Arti kata  [Dan tidak ada balasan yang setimpal bagi haji mabrur kecuali masuk  surga] Ayat ini tidak terbatas pada pemilik hukuman untuk menebus beberapa dosa, tetapi harus masuk surga.
Dalam penjelasan lain juga sudah diterangkan, yaitu dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan dari Amar bin Abasah r.a., ia berkata, Rasulullah saw bersabda,
Amal yang paling utama adalah haji yang mabrur atau umrah yang mabrur.” (Hadits Riwayat Ahmad, Thabrani ).

Keterangan:
Dalam Hadits di atas telah dijelaskan tentang makna umrah yang mabrur. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Umrah adalah Haji kecil. ( Durrul Mantsur ). Yakni keberkahan, keutamaan dan hasil yang didapati di dalam haji juga akan didapati di dalam umrah dengan sedikit berkurang.
Yakni setelah melakukan satu umrah sampai dengan umrah yang berikutnya, berapa saja banyaknya kesalahan dan dosa yang ia lakukan, semuanya diampuni. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa satu umrah sampai umrah yang kedua merupakan kafarah bagi dosa dan kesalahan antarra keduanya. ( Kitab Kanzul Umal).
Fadhilah atau Keutamaan Haji Mabrûr mencakup 2 (dua) Aspek Duniawi dan Aspek Akhirat, sebagaimana sabda Rasûlullâh saw :
“Hendaklah kalian iringi pelaksanaan haji dengan ‘umrah, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana penghembus api melenyapkan kotoran pada besi, emas dan perak. Dan Haji Mabrûr, tiada ganjaran selain surga” 
(H.R. Ahmad, Abû Dâwûd dan At-Tirmidzi)

Dalam hadits lain dari Jâbir bin ‘Abdillâh r.a., Rasûlullâh saw bersabda :
“Orang yang melaksanakan haji tidak akan mengalami Am’ar”. Lalu ditanyakan kepada Jâbir : “ Apakah Am’ar itu ?”. Jawab Jâbir : “Tidak akan mengalami kemiskinan”. (Dikeluarkan dalam Majma’uz-Zawâ-id dengan keterangan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrâni dalam Al-Ausath dan juga oleh Al-Bazzâr, sedang para perawinya adalah perawi yang shahîh).
Al-Hasan Al-Bishrî pernah ditanya : “Apakah Haji Mabrûr itu ?”. Ia pun menjawab :
“Jika ia kembali menjadi orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat”.
Jawaban Al-Hasan ini menunjukkan betapa besar dampak psikologis yang dihasilkan oleh Haji Mabrûr, yaitu sikap zuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat, yang merupakan penjelmaan dari puncak keimanan seorang muslim sehingga membuat Allâh cinta kepadanya.
Allah Ta’ala berfirman: وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah.” (QS. Al-Baqarah: 196).
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang amalan yang paling utama maka beliau bersabda:
إِيْمانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، قِيْلَ: ثُمَّ ماذا؟ قالَ: جِهادٌ فِي سَبِيْلِ اللهِ، قِيْلَ: ثُمَّ ماذا؟ قالَ: حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
“Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ditanyakan kepada beliau, “Kemudian amalan apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Haji yang mabrur.” (HR. Al-Bukhari )
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata, “Wahai Rasulullah, kami memandang jihad itu adalah amalan yang paling utama. Kalau begitu kenapa kami (wanita) tidak berjihad?” Maka beliau menjawab: لاَ وَلَكِنْ أَفْضَلُ الْجِهادِ حَجٌّ مَبْرُوْرٍ
“Tidak, akan tetapi jihad yang terutama (bagi kalian) adalah haji yang mabrur.” (HR. Al-Bukhari no. 1520)

Suatu Analisis Kritis Objektif
Haji mabrur adalah haji yang sempurna dalam penunaian semua rukun, wajib, dan sunnah haji, serta selamat dari semua perkara yang bisa mengurangi apalagi yang menggugurkan pahalanya. Haji mabrur ini adalah amalan yang paling utama setelah jihad di jalan Allah bagi lelaki dan merupakan jihad yang terutama bagi wanita. Hal itu karena di dalam haji, terkumpul semua jenis penghambaan: Dengan hati, dengan lisan, dengan anggota tubuh, dan dengan harta. Untuknya Allah menjanjikan pahala yang besar dan ampunan yang luas sampai diibaratkan orang yang hajinya mabrur bersih dari dosa sebagaimana ketika dia baru lahir.
Adapun umrah, maka Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa mengerjakan umrah merupakan sebab terhapusnya semua dosa. Beliau juga menjelaskan bahwa menggabungkan haji dengan umrah -walaupun memakan biaya yang besar-, akan tetapi justru itu merupakan sebab jauhnya kemiskinan dan sebab datangnya kekayaan.
Namun, pada kenyataannya selama ini, haji dan umroh belum bias membawa perubahan terhadap orang yang menjalankan, baik perubahan spiritual maupun social. Maka kemudian muncul pertanyaan, sebenarnya apa yang melatar belakangi hal tersebut? Penulis disini membagi menjadi dua sebab, pertama Internal; artinya permasalahan yang timbul terjadi karena individu pelaku haji yang belum memahami manfaat haji dan umroh secara tersirat maupun tersurat, akibatnya adalah adanya salah pemahaman atau bahkan ketidakpahaman seseorang menyandang setatus haji.
Kedua, eksternal: artinya ketidak mampuan seseorang yang telah melakukan haji atau umroh karena pengaruh lingkungan, yang kemudian gelar haji hanya dimaknai sebagai status social tanpa kontribusi.

0 komentar:

Posting Komentar